“Beneh-benehan ngaba raga di Jawa nah Gung, iraga nak maagama Bali, eda engsap ring kawitan, perajini ngastiti bhakti ditu nyen nah (Baik-baik bawa diri di Jawa ya Gung, kita ini beragama Bali, jangan lupa dengan leluhur, rajin-rajin sembahyang disana ya)”. Kira-kira seperti itulah pesan kakek saya ketika berpamitan saat akan merantau ke Jawa pada tahun 2003 silam. Pesan yang sangat mulia dari seorang tetua yang hendaknya selalu diingat. Namun ada sebuah kata-kata yang tertanam jelas dalam ingatan saya, yaitu “Agama Bali”. Kenapa para tetua kita di Bali lebih nyaman menyebut agama yang mereka anut sebagai agama Bali? Dilihat dari sejarah pengakuan keberadaan agama Hindu di Indonesia, harus kita akui bahwa pada awalnya yang diakui hanyalah agama dan kebudayaan yang hanya ada di Bali. Sehingga para pemuka agama di Balipun membentuk perhimpunan yang disebut Parisada Hindu Bali. Namun karena menyadari bahwa Hindu tidak hanya ada di Bali, tapi juga ada di daerah lain di Indonesia, akhirny